Jakarta, CNN Indonesia —
Pukul 08.30 WIB sesi latihan pagi PB Jaya Raya telah selesai. Sekitar 30 menit kemudian, atlet-atlet sudah memakai seragam sekolah dan melangkah ke kelas masing-masing.
Bangunan sekolah terletak di lantai dua GOR PB Jaya Raya di Bintaro. Atlet-atlet memasuki ruang kelas dengan seragam sekolah, mulai dari putih-biru, putih-abu-abu, hingga baju pramuka.
Ketika pelajaran dimulai, para atlet terlihat tampak aktif berinteraksi dengan guru yang mengajar. Pasalnya jumlah siswa yang dibatasi tiap kelasnya membuat interaksi guru dan murid lebih efektif.
Jumlah siswa dalam satu kelas maksimal 15 orang. Jam pelajaran sekolah ini adalah pukul 09.00-12.10, tapi khusus hari Rabu pukul 09.00-13.50, karena tidak ada sesi latihan sore.
Ketua PB Jaya Raya Imelda Wiguna menyatakan pendirian sekolah untuk atlet-atlet Jaya Raya adalah sebagai upaya agar atlet punya bekal lain selain badminton dalam hidup mereka. Tak hanya itu, pendidikan juga membantu mengasah pola pikir mereka di lapangan.
“Misal atlet tidak berhasil, mereka bisa lanjut sekolah. Dari sini ada mantan atlet yang bisa jadi dokter, pilot, atau kerja di Kementerian, dan juga jadi tentara. Kami mendata siswa supaya atlet-atlet yang ada saat ini mengerti alasan kami menyekolahkan mereka,” tutur Imelda.
Atlet-atlet PB Jaya Raya langsung berangkat sekolah setelah selesai latihan pagi. (CNN Indonesia/Adi Maulana Ibrahim)
|
“Siapa tahu anak-anak bisa jadi Menteri. Latar pendidikan yang kurang itu juga yang sering jadi alasan kenapa atlet susah jadi menteri. Ketika atlet punya gelar, ijazah, mereka bisa lebih percaya diri kalau melanjutkan karier,” katanya menambahkan.
Atlet-atlet PB Jaya Raya mengenyam pendidikan di Sekolah Olahraga Pembangunan Jaya Raya. Sekolah ini terdiri dari SMP dan SMA. Hal itu sejalan dengan program PB Jaya Raya yang mulai menerima atlet setelah lulus SD.
“Pada dasarnya kami ingin menyeimbangkan kemampuan fisik dan akademik mereka, setidaknya atlet bisa mengikuti. Kami ingin mereka punya bekal.”
“Sehingga jika sewaktu-waktu mereka tidak berkarier di bulutangkis, mereka bisa masuk kuliah atau kerja,” tutur Wakil Kepala Sekolah, Sepriyanto.
Menjadi guru di sekolah khusus atlet punya tantangan tersendiri. Tak jarang atlet masih kelelahan usai latihan pagi saat hadir di sekolah.
“Tentunya tantangan guru di sini sangat luar biasa karena fokus mereka berbeda dengan siswa pada umumnya. Kalau guru menjelaskan pelajaran dengan cara yang monoton tidak akan bisa dipahami siswa.”
“Guru harus berpikir strategi bagaimana caranya siswa banyak bergerak di kelas supaya tidak mengantuk,” ucap Sepriyanto.
![]()
|
Sekolah Jaya Raya ini pun menerapkan standar yang hampir sama dengan sekolah lainnya, termasuk dalam hal kedisiplinan.
“Jadi standar yang biasa ada di sekolah umum juga ada di sini. Untuk nilai yang merah, tentunya sekolah akan memberikan tambahan untuk remedial. Jadi tidak mungkin anak dengan nilai merah itu tidak dipanggil oleh guru.”
“Soal anak yang bandel dan suka bolos mungkin itu normal, karena kita saja pernah saat sekolah ada momen-momen bandel seperti itu. Hal itu kan proses, jadi ketika tingkat kehadiran siswa hanya 50 persen, guru juga akan berdiskusi dengan pelatih. Biasanya pelatih juga menegur,” tutur Sepriyanto.
Fokus PB Jaya Raya terhadap pendidikan juga terlihat dari sikap mereka terhadap atlet-atlet yang terkena degradasi.
“Sekolah ini adalah fasilitas otomatis yang akan didapat atlet anggota PB Jaya Raya. Bila atlet tersebut sudah tidak lagi di Jaya Raya, otomatis fasilitas ini sudah tidak didapat lagi. Kami akan bantu kepindahan dan transfer nilai ke sekolah lain yang diinginkan.”
“Namun bila mereka ada di pertengahan kelas 9 atau 12 saat terkena degradasi, tidak mungkin juga kalau pendidikannya juga berhenti. Jadi kami persilakan untuk menyelesaikan sekolahnya dulu sampai lulus,” ucap Sepriyanto.
Baca lanjutan berita ini di halaman berikut >>>
Pendidikan Sebagai Bekal Kehidupan
BACA HALAMAN BERIKUTNYA
Sumber: www.cnnindonesia.com