Indeks
Bola  

Kasihan Messi Belum Pernah Juara Piala Dunia

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com

Jakarta, CNN Indonesia

Apakah ada istilah untuk orang yang kasihan terhadap sosok yang sebenarnya nyaris sempurna? Karena itu yang sedang saya rasa jelang Piala Dunia 2022.

Sejak mengenal sepak bola, Italia adalah tim favorit saya di tiap gelaran Piala Eropa dan Piala Dunia. Piala Dunia 1994 adalah awal mula rasa suka dan cinta untuk Italia menggema, lalu berlanjut ke edisi turnamen-turnamen besar berikutnya.

Kini ketika Italia kembali tak ikut serta Piala Dunia untuk kali kedua, saya tak akan punya rasa deg-degan dan tegang saat melihat pertandingan berjalan.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

Namun bila boleh berterus terang, rasa kasihan dan iba dalam diri ini muncul untuk Lionel Messi dan Argentina.

Saya berharap Messi dan Argentina menang Piala Dunia 2022, harapan ini bukan berlandaskan keyakinan dan optimisme terhadap materi dan kekuatan, melainkan justru berlandaskan pada rasa kasihan.

Awalnya saya melihat ketidakmampuan Messi memenangi Piala Dunia dengan segala bakat luar biasa yang ia miliki adalah sebuah keindahan dari dunia sepak bola.

Sepak bola menawarkan kejutan-kejutan tak terduga di dalamnya, termasuk salah satunya Messi yang belum pernah memenangkan Piala Dunia.

Messi dianugerahi bakat luar biasa dan hal itu sudah menonjol serta jelas terlihat sejak ia berusia belasan.

Messi juga berasal dari Argentina, negara dengan tradisi kuat di dunia sepak bola. Messi sudah empat kali berlaga di Piala Dunia, sejak 2006 hingga 2018.

Selama itu pula, Messi selalu dikelilingi oleh rekan-rekan setim yang tangguh. Argentina pun selalu masuk bursa favorit juara.

Namun dengan segala modal tersebut, Messi selalu mengakhiri Piala Dunia dengan hati yang terluka dan air mata. Kegagalan demi kegagalan ia rasakan dan posisi kedua adalah tempat terbaik yang bisa ia dapatkan.

Piala Dunia 2022 adalah kali kelima Messi berlaga. Di dunia ini, hanya segelintir pemain yang punya kesempatan bermain di lima edisi Piala Dunia dan Messi terpilih jadi salah satu di antaranya.

Dengan usia menginjak 35 tahun, Piala Dunia 2022 diyakini bakal jadi Piala Dunia terakhir dalam karier Messi.

Hal itu membuat Piala Dunia 2022 layaknya sebuah laga hidup-mati. Messi bisa membawa Argentina juara, ia akan masuk perdebatan pemain terbaik sepanjang sejarah.

Bila Messi gagal, trofi Piala Dunia akan jadi celah besar yang membuat Messi tidak bisa masuk dan berdiri sejajar dengan sosok besar dalam sejarah sepak bola.

Padahal bila merujuk rasa kasihan, masih banyak pemain yang lebih layak dikasihani di Piala Dunia kali ini. Harry Maguire contohnya.

Maguire selama ini sering jadi kambing hitam kegagalan Manchester United. Tentu menarik bila Maguire bisa jadi bintang dan mengantar Inggris juara Piala Dunia setelah mereka sekali berjaya di 1966 silam.

Atau setidaknya kasihan pada tim yang belum pernah juara Piala Dunia. Belgia dengan generasi emas milik mereka misalnya.

Setelah generasi Eden Hazard dan Kevin De Bruyne saat ini, belum tentu Belgia punya tim sesolid ini. Tentu layak mereka dikasihani dan diharapkan untuk bisa juara Piala Dunia.

Tetapi nyatanya, rasa kasihan saya justru menjadi milik Messi. Pemain yang sebenarnya sudah nyaris sempurna. Punya tujuh Ballon d’Or, padahal punya satu gelar Ballon d’Or pun sudah dianggap luar biasa, dan memenangi seluruh gelar bergengsi yang bisa dimenangkan di level klub.

Kini saya melihat, dengan jejak karier Messi yang nyaris sempurna, sayang dan kasihan rasanya bila cela yang ada justru datang dari ketidakmampuan Messi memenangkan Piala Dunia.

Satu lagi, mungkin rasa kasihan saya juga dibalut oleh rasa bosan melihat perbandingan Pele vs Maradona sebagai sosok yang paling sering dimunculkan sebagai tajuk utama tentang siapa pemain terhebat sepanjang sejarah sepak bola.

Saya tak pernah melihat dan menonton langsung Maradona dan Pele lewat layar kaca, namun rasa-rasanya kehebatan mereka berdua sudah melebihi batas-batas kehebatan pemain sepak bola. Malah cenderung seperti legenda cerita rakyat yang didalamnya kadang suka ada tokoh dengan kesaktian yang dianggap terlalu hebat.

Bayangkan, sudah lama berlalu dari terakhir Pele dan Maradona berlaga di Piala Dunia, nyatanya tidak ada sosok yang dianggap begitu kuat untuk menandingi heroisme dua legenda tersebut. Performa Zinedine Zidane di Piala Dunia 1998 tak mampu membuatnya menyentuh dimensi itu, tidak pula Ronaldo Nazario de Lima di Piala Dunia 2002.

Padahal penampilan Zidane dan Ronaldo di dua Piala Dunia tersebut juga terbilang superior dan luar biasa.

Tidak pula hadir cerita sosok hebat di empat Piala Dunia berikutnya karena kemenangan Italia, Spanyol, Jerman, dan Prancis lebih disorot sebagai kemenangan tim tanpa ada satu sosok kuat yang menonjol sebagai pahlawan.

Karena itu mungkin ketika Messi bisa memenangkan Piala Dunia kali ini, ia akan berada di dimensi yang sama dengan Pele dan Maradona terkait perdebatan siapa yang paling hebat sepanjang masa.

Seperti halnya rasa cinta dan suka, mungkin rasa iba dan kasihan juga bisa muncul tak terduga dan dalam situasi kapan saja. Untuk kali ini, karena saya kasihan melihat Messi sudah gagal di empat kesempatan sebelumnya, saya harap ia bisa juara bersama Argentina.

[Gambas:Video CNN]

(har)







LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS

Sumber: www.cnnindonesia.com

Exit mobile version